Aktivitas Dewasa yang Dilarang di RUU Ketahanan Keluarga, BDSM

PrimaBerita –  RUU Ketahanan Keluarga menuai kritik. Salah satunya mengatur soal LGBT dan perilaku pelaku sadisme dan masokisme atau BDSM. BDSM merupakan singkatan dari Bondage and DisciplineDominance and Submission, and Sadism and Masochism, Atau Penghambaan dan Disiplin, Dominasi dan Ketundukan, dan Sadisme dan Masokisme.

BDSM adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai perilaku, termasuk perilaku se**ual, yang melibatkan pertukaran kekuasaan erotis yang tersirat atau eksplisit dalam hubungan se**ual. Istilah ini meliputi praktik pertukaran kekuasaan secara konsensual.

Dalam praktiknya, BDSM membawa sejumlah stigma sosial dan anggapan negatif dari masyarakat. Perilaku ini digolongkan dalam kelainan se**ual atau parafilia.

Disebut menyimpang karena hasrat dan perilaku ini umumnya melibatkan suatu bentuk aktivitas, objek, baik orang atau benda, maupun situasi yang pada kondisi normal tidak merangsang secara se**ual.

Kunci terpenting dari BDSM adalah  persetujuan dua belah pihak, baik dari aturan dan posisi atau peran, hingga batasan-batasannya. Dalam kegiatan se**ual, hal ini juga mencakup ‘keyword’, atau kata kunci (atau bahkan gestur) yang menandakan batas dari aktivitas se**ual.

Masochisme, yang didefinisikan oleh RUU Ketahanan Keluarga sebagai cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan se**ual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya, mengabaikan dalil persetujuan yang dianut pelaku sadomasokis. Karena tanpa persetujuan, tindakan se**ual apapun kepada siapa pun dapat dikategorikan pemerkosaan.

Praktisi BDSM menekankan kesukarelaan, peran utama dari persetujuan, dan perencanaan yang ditentukan sebelumnya. Dengan menggarisbawahi persetujuan. Para praktisi BDSM dengan demikian memposisikan diri mereka menentang wacana BDSM sebagai sebuah bentuk kekerasan, penindasan, dan patriarki.

BDSM mencakup berbagai kegiatan, praktik, posisi, dan jenis hubungan tetapi juga berbagai makna dan tujuan. Charlotta Carlström, yang melakukan riset di komunitas BDSM di Swedia dan menuangkan hasilnya dalam tulisannya yang dimuat dalan jurnal Psychology & Sexuality, mengklaim bahwa level kebahagiaan praktisi BDSM lebih tinggi.

Fakta lainnya adalah BDSM ternyata tak cuma sekadar se**. Se** bahkan tak selalu penting dalam aksi ini.

Add a Comment