Kenapa Orang Suka Bergosip? Ini Alasan Ilmiahnya

Orang Suka Bergosip

PrimaBerita – Setelah sosok Bu Tejo menjadi pembicaraan publik. Sosoknya kini menjadi gambaran sebagai orang yang suka bergosip atau membicarakan orang lain dan menganggap hal itu adalah cerminan masyarakat masa kini.

Tidak hanya wanita, pria juga kerap melakukan gosip, baik itu mengenai rekan kerja, keluarga atau teks grup antar teman.

Dalam meta-analisis 2019 yang d!terbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science. Robbins dan rekannya menemukan bahwa, dari rata-rata 52 menit sehari, 467 subjek menghabiskan waktu untuk bergosip, tiga perempat dari gosip itu sebenarnya netral.

Salah satu subjek misalnya, berbicara tentang seseorang yang menonton banyak film untuk mengikuti perkembangannya.

Hanya sebagian kecil dari percakapan yang dianalisis – sekitar 15 persen – dianggap sebagai gosip negatif (meskipun gosip positif masih menjadi bagian yang lebih kecil, hanya 9 persen).

Jadi, meskipun benar bahwa orang-orang dapat menghabiskan banyak waktu untuk berbicara tentang teman sebayanya, sering kali obrolan itu ‘tidak berbahaya.’

Ini Alasan Kenapa Orang Suka Bergosip?

Beberapa peneliti berpendapat bahwa gosip membantu nenek moyang kita bertahan hidup. Psikolog evolusioner Robin Dunbar pertama kali memelopori gagasan ini, membandingkan gosip dengan primata yang menggunakannya sebagai alat bonding.

Bergosip, menurut penelitian Dunbar, memberi manusia kemampuan untuk menyebarkan informasi berharga ke jaringan sosial yang sangat besar.

“Jika kami tidak dapat terlibat dalam diskusi tentang masalah [sosial dan pribadi] ini, kami tidak akan dapat mempertahankan jenis masyarakat yang kami lakukan,” jelasnya dalam makalah tahun 2003 yang diterbitkan dalam Review of General Psychology.

“Gosip dalam arti luas ini memainkan sejumlah peran berbeda dalam mempertahankan kelompok yang berfungsi secara sosial dari waktu ke waktu.”

“Kita jauh lebih sosial,” kata Ludden, “jadi akan sangat membantu untuk mendapatkan informasi tentang orang [dari orang lain] ketika jaringan ini terlalu besar untuk kita amati.”

Social Neuroscience, menerbitkan sebuah studi pada tahun 2015. Para ilmuwan mengamati pencitraan otak pria dan wanita saat mereka mendengar gosip positif. Dan negatif tentang mereka sendiri, sahabat, dan selebriti mereka.

Orang yang mendengar gosip – baik dan buruk – tentang mereka sendiri. Serta gosip negatif secara umum, menunjukkan lebih banyak aktivitas pada korteks prefrontal otak mereka. Yang merupakan kunci kemampuan kita untuk menavigasi perilaku sosial yang kompleks.

Kegiatan ini menandakan subjek menanggapi gosip dan wawasannya. Penulis mengatakan ini terkait dengan keinginan manusia untuk dilihat secara positif oleh orang lain dan cocok secara sosial, terlepas dari apakah ini mencerminkan apa yang sebenarnya kita rasakan.

Add a Comment