Deteksi Dini Kanker Payudara dengan ‘SADARI’

mediasumutku.com | MEDAN – Jumlah penderita kanker yang berobat ke rumah sakit (RS) di Medan terus mengalami peningkatan, salah satunya di RS Murni Teguh. Bahkan, penyakit itu menduduki peringkat pertama. Pada tahun 2019 ini (Januari-September), jumlah pasien kanker payudara yang ditangani rumah sakit tersebut mencapai 1.526 orang (1.366 rawat jalan dan 160 rawat inap). Sedangkan tahun 2018, berjumlah 1.392. Kabid Pelayanan Medis Rumah Sakit Murni Teguh dr Bangbang Buhari mengatakan, sangat penting meningkatkan kesadaran masyarakat untuk deteksi dini kanker payudara. Sebab, diagnosis dini penting dalam perawatan dan pengobatan penyakit tersebut. “Program deteksi dini kanker payudara dengan ‘SADARI’ yang dianjurkan American Cancer Society (ACS). Antara lain, usia 20-25 tahun SADARI 1 bulan sekali hingga umur 50 tahun melakukan 7-10 hari sesudah menstruasi. Kemudian, usia 25-35 tahun SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter setiap tahun,” ungkapnya saat diwawancarai baru-baru ini.
Selanjutnya, usia 40 tahun melakukan mamografi, usia 35-59 tahun melakukan SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap 6 bulan, dan mamografi sesuai anjuran dokter. Terakhir, usia 50 tahun melakukan SADARI 1 bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap 6 bulan, dan mamografi 1 tahun sekali. “Cara melakukan SADARI yaitu dengan meraba seluruh bagian payudara sesuai yang dianjurkan untuk merasakan ada sesuatu di dalam yang tidak biasa, atau adanya cairan dari puting susu. Kemudian, berbaring dan menaruh bantal pada sisi payudara yang akan diperiksa. Posisi lengan pada sisi payudara yang diperiksa diletakkan di belakang kepala,” jelas Bangbang.

Kemudian, sambungnya, dengan tangan yang bebas gunakan 3 jari dalam posisi sejajar dengan payudara (bukan tegak lurus) untuk memeriksa seluruh area payudara. Tekan dengan gerakan memutar dan naik-turun, awali dari daerah ketiak turun ke bawah lalu naik lagi sampai seluruh area payudara terperiksa termasuk daerah puting susu.

Pada perabaan, rasakan keseragaman kontur payudara. Jika merasakan sesuatu yang tidak wajar, perhatikan baik-baik dan ulangi serta bandingkan dengan daerah lainnya. Bila perlu, catat dan ulangi pada pemeriksaan rutin bulan berikutnya atau segera memeriksakan diri ke dokter.

“Kelainan yang teraba dapat berbentuk benjolan yang agak keras dan tidak menghilang setelah dua kali siklus menstruasi. Jangan tunggu, segera memeriksakan diri ke dokter jika benjolan tidak hilang, atau benjolan tumbuh semakin besar, atau ada cairan keluar dari puting,” terangnya. Senada disampaikan dokter spesialis bedah onkologi RS Murni Teguh, dr Albiner Simarmata SpB(K)Onk. Ia menuturkan, pencegahan penyakit tersebut juga bisa dilakukan dengan deteksi dini yaitu melakukan pemeriksaan rutin sendiri terhadap payudara pada masa 7 hingga 10 hari setelah haid. Deteksi ini dilakukan disarankan satu kali dalam sebulan. “Sekitar 80 persen keluhan awalnya penyakit ini adalah benjolan, tapi tidak terasa sakit dan tidak tahu karena tidak dideteksi dini atau diperiksa ke dokter, sehingga tidak tahu,” tuturnya. Kata dr Albiner, sebagian besar penderita kanker payudara yang ditanganinya berusia lanjut karena tidak mewaspadai sedini mungkin penyakit tersebut. Padahal, jika mendeteksi dini dan memeriksa ke dokter ketika ada benjolan 1 hingga 2 centimeter (cm), maka akan cukup menolong untuk dilakukan pencegahan.
“Dalam kanker termasuk payudara, sangat dipengaruhi stadium atau besarnya tumor. Kemudian, keterlibatan kelenjar getah bening dan penyebarannya. Jadi, kalau tumornya masih kecil sekitar 2 cm atau stadium 1 maka angka harapan hidupnya 100 persen hingga 5 tahun ke depan,” cetusnya.

Namun demikian, lanjut dr Albiner, yang sering terjadi pada pasien ketika ada benjolan kecil dibiarkan karena terkendala atau ada hambatan sosial. Misalnya, pasien yang sudah memiliki suami dan hendak memeriksakannya tentu harus meminta izin terlebih dahulu. Setelah meminta izin, suaminya setuju tetapi mertua tidak setuju. “Hal ini berdasarkan laporan di dalam forum Asia Pasifik, dimana hambatan sosial di Asia Tenggara penderita kanker payudara ini tidak independen. Artinya, pasien tidak bisa memutuskan untuk memeriksakan atau berobat ke dokter,” bebernya.

Lebih dari itu, ada juga miss konsepsi atau konsep yang salah. Misalnya, jangan mau berobat ke dokter dan nanti kalau diambil sampel maka bisa menyebar tumornya. “Padahal, tumor itu kalau sedikitpun tidak dilakukan apa-apa maka tidak akan menyebar. Sebab, bentuk tumor pada kanker payudara berbeda dengan kanker lainnya. Akan tetapi, tumor pada kanker payudara memiliki kemampuan untuk terus bertambah dan pertumbuhannya tidak bisa terkontrol oleh tubuh penderitanya,” jelasnya.

Oleh karena itu, tambah dr Albiner, ketakutan-ketakukan atau stigma yang sudah terdoktrin di pikiran masyarakat, misalnya enggak usah diobati karena nanti akhirnya meninggal juga. Maka, stigma atau pemikiran yang keliru itu harus dirubah dan disingkirkan. “Penderita kanker stadium awal yaitu 1 atau 2 harus didorong untuk melakukan pemeriksaan dan berobat ke dokter. Singapura telah berhasil menekan jumlah penderita penyakit ini selama 15 tahun, caranya dengan mendorong penderita stadium awal untuk berobat. Sedangkan Indonesia hampir selama 20 tahun tidak berubah ini polanya, karena stadium 3 dan 4 yang berobat. Namun, kini perlahan sudah ada yang stadium awal untuk berobat,” imbuhnya.[ms5]

The post Deteksi Dini Kanker Payudara dengan ‘SADARI’ appeared first on .

Add a Comment